Wednesday, September 23, 2015

6. I got magical flow

KEANU

            Malam dengan hujan selebat ini, seperti biasa hati dan otakku sedang sibuk melakukan konspirasi. Sementara aku, sedang santai minum kopi.
            Aku membuka layar dihandphoneku, bercengkrama dengan linimasa mencoba untuk mengusir sepi. Kulihat disana update status dari beberapa orang yang aku follow. Sebagian besar teman-temanku, sebagian lagi orang-orang yang mencuri perhatianku hanya karena profil picturenya yang sepertinya menarik untuk diisengi. Yah, namanya juga laki-laki. Masing-masing dari mereka larut dengan ceritanya sendiri, “Attention addicted whore”, kataku nyinyir sendiri. Aku merefresh timeline Twitter-ku berkali-kali, tak ada yang menarik lagi. Scrolling timeline kini menjadi satu-satunya hal yang bisa kulakukan selain membuka beberapa portal berita. Sampai akhirnya nama itu muncul juga.
@jejennar : Take me to the place where I can possibly stay without my insomnia.
Seperti mendapat pencerahaan, jari-jariku otomatis merespons deretan katanya.
Reply to @jejennar : @kwords : Tidur Master, besok banyak rencana yang mesti diobrolin :D
Aku menunggu notifikasi dilayar hapeku. Menunggu reply dari yang bersangkutan selanjutnya. Aku sempatkan masuk ke dalam linimasa pemilik akun @jejennar itu, berharap menemukan hal menarik yang bisa mengusir bosan. Lebih tepatnya, berharap siapa tau ada sesuatu yang menarik lain yang dia simpan disana. Aku bakar kembali rokokku, sambil bersandar di teras kamarku. Aku lihat dengan seksama beberapa percakapannya dengan orang-orang di timelinenya. Beberapa update statusnya membuatku bertanya, kehidupan macam apa yang sedang dia jalani sehingga setiap kalimat yang dibuatnya berhasil menyeretku ke dalam ribuan kejanggalan. “Ah cuma status Twitter,” kataku mencoba tak peduli.
Beberapa menit berlalu, tak ada tanda-tanda adanya pesan baru dari notifikasiku. Ku betulkan letak sweeterku, kunaikkan retsletting-nya setinggi leherku dan menghela nafas panjang. Kuberjalan menuju kamarku sambil sesekali menepuk-nepuk dadaku, membaringkan tubuhku yang sedari tadi menggigil. Bandung malam ini dinginnya memang sedikit keterlaluan, deras hujannya menambah suasana menjadi semakin beku. Kututup seluruh tubuhku dengan selimut, mencoba menutup mataku sambil mencari cara untuk menemukan rasa kantuk yang keberadaannya tak juga aku rasakan.
Tak lama kemudian, nada getar handphone menegurku untuk berhenti dari usahaku menidurkan kegelisahan.Kali ini ada BBM masuk di nitofikasiku. Nama Jenna sedikit melegakan.
Jennara : Tidur kali… Haha sinyal hapeku jelek banget, gak bisa reply Twitter.
Kusingkap selimutku, meletakkan bantal dibelakang punggungku. Mencari posisi yang paling nyaman untuk mengobrol dengan kesukaan baruku.
Aku : Gak bisa tidur Master..
Jennara is typing…  
Tak kututup halaman chatt-ku dengannya, aku terdiam menunggu.
Jennara : Kebanyakan kopi sih sama rokok
Aku : Kamu dukun?
Jennara is typing…
Aku bukan sedang bercanda, tapi Jenna ada benarnya kopi dan rokokku malam ini agak berlebihan. Tak kusangka, mengusir bosan membuat nafas dan perutku sama-sama tak enak dan aku sedikit kewalahan. Tanda bahwa Jenna sedang mengetik untuk membalas pesanku menghilang. “Ah jangan-jangan sinyalnya buat chatting jelek juga’. Aku ngedumel sendiri sambil memegangi dadaku yang sedari tadi memang sedikit sesak. Lalu hapeku bergetar lagi.
Jennara : Kalau aku dukun, sekarang ini kamu sudah pasti aku buat tidur.
Aku : Haha kalo gitu kamu jadi Master Hypnotis aja.
Jennara : Gak usah jadi Master juga kamu bisa aku Hypnotis.
Aku : Try me..
Jennara : Not this time
Aku : When?
Jennara : Gak ada kerjaan banget sih.
Aku : Hmm.. Besok main Bilyard yuk, seru kayaknya. Kebetulan siang aku gak ada kuliah.
Jennara : Ngigo deh, aku kan kerja.
Sisa malamku kali  ini kuhabiskan separuhnya dengan cekikikan. Sesak di dadaku pun berhasil kualihkan. Jenna tak hanya menyita perhatianku tapi juga menyita separuh waktuku. Semoga ini hanya urusan bisnis semata. Karena tak pernah kubayangkan, berkirim pesan dengan pacar orang akan menjadi semenarik ini. Kalau saja tadi taka da urusan dadakan, sudah pasti waktuku dengannya bisa lebih lama lagi. Aku ingin menjelaskan tentang sore tadi, namun nampaknya Jenna tak peduli sama sekali.
Aku : Gimana insomnianya mau hilang, jam segini kamu masih on fire banget.
Jennara : On fire itu satu kata yang pas buat kamu yang daritadi cari cara buat dapetin lawan bicara.
Aku : Dukun kan J
Jennara : Tidur kamu..
Aku : Sampai ketemu besok yaa..
Jennara : Nanti siang maksudnya.
Keanu : J
Aku lihat jam dihapeku, sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Biasanya bertukar pesan dengan seorang perempuan tak pernah membuat otakku bekerja semaksimal ini. Ingin cepat besok rasanya. Eh iya, siang nanti.
“Jika nanti kamu mencari kebahagiaan serupa ruang untukmu berbicara, jangan sungkan masuk ke dalam pikiranku. Disana kau akan menemukan kita di dalam setiap sudutnya” – Keanu
----,----
Siang ini, entah sudah berapa banyak  peraturan lalu lintas yang aku langgar. Dari mulai melewati bahu jalan, menerobos lampu merah, memutar arah sesuka hati karena menghindari kemacetan yang cukup panjang dan memarkirkan kendaraanku sembarangan sehingga menimbulkan kebisingan. Bunyi klakson protes dimana-mana dan hanya kubalas dengan “Sorry, buru-buru.” Kemudian disambut dengan gerutuan-gerutuan menyebalkan yang sudah pasti aku hiraukan . Kalau saja bukan karena hujan dari semalam memang tak berhenti, sudah pasti banyak polisi berkeliaran dan ijin mengemudiku sudah pasti langsung dicabut ditempat.
So if I decide to waiver my chance to be one of the hive
Will I choose water over wine and hold my own and drive, oh oh
It's driven me before, and it seems to be the way
That everyone else gets around
Lately, I'm beginning to find that when I drive myself, my light is found
Drive - Incubus
 Semua kekhawatiranku lenyap seketika, senyumku mengembang sesaat aku sampai di tempat yang menjadi tujuanku.“Ken, aseli lah gue mual ini kalau lo nyetirnya kayak gitu.” Meow masih berpegangan pada sitbelt-nya sambil menyeimbangkan nafasnya. Aku hanya tertawa, bersandar dibangku kemudiku. Kuraih hape-ku dan kubuka sisa chatt-ku semalam.
Aku : Ayo Master kita keluar..
“Kalau mau jadi orang sukses emang harus gini Mew, on time! Liat aja tuh di Jepang aja orang-orang jalannya pada cepet gak ada yang lambat.” kataku sambil cekikikan. “Gaya lo Ken, on time banget mau kemana sih? Lagian itu orang Jepang jalan cepet bukan kebut-kebutan.” Meow masih tak mau kalah. “Yang penting tujuannya sama Mew, sukses.” Kataku tak mau ambil pusing. “Tadi bukannya kita mau main Bilyard ya, kok malah parkir disini?” Meow terheran-heran karena berada di sekitaran daerah Trunojoyo. “Kita main Bilyard gak cuma berdua lah udah kayak homo”, jawabku asal-asalan. “Lah emang anak-anak yang lainnya pada disini?” Cepat atau lambat Meow pasti menyadari jika ada yang lain dari kebiasaanku. Dia sahabat yang bukan aku kenal sehari dua hari. “Gue jemput lo paksa sampe ngebut-ngebut bukan buat di interogasi.” Aku tertawa mengalihkan, daripada Meow terus memancingku dengan pertanyaan-pertanyaan jebakan. Tak lama hapeku berbunyi.
Jennara : Aku lagi kerja lho ini..
Aku : Ijin ajalah, bilang aja ada keperluan atau apa kek gitu. Masa mesti diajarin. Kamu kan Masternya.
Jennara : Kamu dimana?
Aku tersenyum melihat respons Jenna yang super cepat. “Ayo dah bergerak kita”. Aku merapikan rambutku dan mengambil tasku kemudian bergegas turun. “Oh… gue paham, ya ya ya… Ngapain parkir disini sih, kan mesti hujan-hujanan. Kenapa gak di depan tempat kerjanya langsung jemput Tuan Puterinya?” Meow menelisik dibalik nada meledeknya. Sial! Meow rupanya pantang menyerah juga. Umpatku dalam hati. “Ya biasalah, kan biar drama dikit dan kita perlu lihat yang sedikit manis jangan cuma yang pahit-pahit, liat cowok mulu kan mual gue juga lama-lama.” Aku bercanda seadanya. Aku memarkirkan kendaraan agak jauh dari letak tempat Jenna bekerja alasannya cuma satu, jalanan yang satu arah dan serba macet membuatku memilih berjalan kaki untuk menghemat waktu. “Okay… Jadi sekarang lagi kesini terus ya Bro..”, katanya lagi sambil mengangguk-anggukan kepalanya. “Lumayan Mew, Jenna itu pintar dan gak tau kenapa gue percaya dia bisa ngarahin pola pikir gue” kataku datar menerawang.“Yah kalau emang sreg gas terus aja bro”, Meow tersenyum seolah membaca ekspresi wajahku. “Gak bakalaaaaan… pacar orang begooooo”, kutoyor sahabatku mencoba untuk berlaku senormal mungkin. “Yang kawin aja bisa cerai, apalagi yang pacaran mas broooo”, Meow terus saja memojokkanku. Harusnya aku biasa saja, bercandaan seperti ini bukan cuma sekali atau dua kali kami lakukan. Tak jarang Meow selalu menjadi orang yang pertama tahu, jika aku sedang dekat dengan urusan perempuan yang selalu datang dan pergi dalam kehidupanku. Tapi kali ini ada yang sedikit berbeda. Aku hanya bisa terdiam menelan perkataanku sendiri. Aku mencernanya di dalam otakku kemudian menghasilkan keresahan. Urusan yang aku hadapi kali ini lebih rumit jika harus aku jabarkan. Jangan sampai aku main perasaan dengan pacar orang. Tidak ada niat untuk mempermainkan siapapun. Aku datang untuk bersenang-senang, sama seperti yang sudah-sudah. Jika kali ini aku mendapatkan sedikit pelajaran, aku anggap itu bonus tambahan.
Aku : Di depan tempat kerja kamu.
            Aku dan Meow segera merapatkan diri ke balik teras Toko, hujannya sudah tak sederas semalam tapi saja berjalan dengan jarak yang lumayan membuat kami basah kuyup juga, “Bener-bener dah lo Ken, basah semua ini udah kayak kucing kecebur got kita.” Meow meniup-niup tangannya yang nampak kedinginan. Aku menoleh ke dalam Toko, hanya ada seorang shopkeeper disana, termenung mendengarkan lagu.
Aku menengadahkan kedua tanganku untuk menyentuh sisa-sisa air yang bercucuran, mencoba berkomunikasi pada hujan. Hujan, sungguh malang nasibmu. Diantara ribuan puisi Indah yang memuja namamu, kenyataannya sebagian besar kalimat itu adalah berupa makian. Yang mengumpat kedatanganmu, yang kadang tiba-tiba.
Sepasang tangan yang hangat menutup bagian mataku yang hampir beku, semilir angin mengantarkan bau parfume itu langsung ke indra penciumanku. Tanpa harus melihat aku sudah tahu siapa yang berdiri di belakangku. Kusiramkan air hujan yang kutadah dalam dua tanganku, tepat ke wajahnya. Diapun menjerit dan langsung menghantamkan tangan lembutnya ke arahku. Kita berdua sama-sama basah lalu tertawa besama.
Jenna sibuk melap wajahnya dengan tissue, aku perhatikan ekspresi perempuan yang ada dihadapanku saat ini. Dalam hati aku bertanya-tanya, apa iya perempuan yang sok pintar ini sanggup mengajariku segala hal. “Aduh kalian ini bener-bener kayak di Film India asli lah”, Meow menggeleng-gelengkan kepala. “Emang dasar dia nih perusak acara lah, percuma aja sengaja bangun pagi buat make-up an selama dua jam kalau kayak gini caranya”Jenna nyerocos sambil terus asik dengan tissue-tissue diwajahnya. “Jadi hari ini kamu dandan Master? Buat jalan sama aku?” Kataku menambahkan. “Emang tampang aku sekarang kelihatan kayak orang yang siap jalan?”Jenna mencondongkan tubuhnya ke arahku, aku mundur selangkah dan menelan ludah. “Gak juga..” jawabku parau. Tampangmu kelihatan kayak orang yang harus aku peluk Jennaaaaaaaaaaaa. Teriak hatiku, kencang sekali. “Ayo Mew, nanti keburu hujan deres lagi”, aku melemparkan kunci mobilku kearah Meow lalu berjalan sambil menarik tangan Jenna. Seolah sudah tau, Meow hanya mengangguk tanda setuju.
Kami berceloteh di tengah hujan, seolah tak keberatan untuk kedinginan. Saat sebagian orang memilih terdiam mencari sebuah naungan, dia hanya menikmatinya dengan seribu senyuman.
“Aku rela menunggumu di bawah tamparan hujan, untukmu penantian itu sepadan.” – Keanu
Aku masih menunggu kalimat makian, karena mengajak seorang perempuan yang harusnya bisa duduk tenang kini basah kuyup bukan kepalang. Namun lagi-lagi hanya lontaran kalimat menyenangkan yang kudapatkan.
“Ken gak apa-apa nih joknya jadi basah begini?” setibanya di dalam mobil. Aku hanya bergumam “Kamu tiupin sampe kering Master”. Aku duduk di bangku belakang bersama Jenna, Meow kini mengambil alih kemudi. “Jadi, mau kemana Nyonya dan Tuan?” Meow yang sedari tadi hanya menyimak kini mulai membuka suaranya. Jenna sepertinya baru sadar, bahwa ada yang tak beres dari letak duduk kami, kulihat pandangannya sedikit mengawasi. “Jadi? Kamu sekarang asal main culik aja nih?” tanyanya gusar. “Gak bakalan ada culik yang mau bilang” kataku menggodanya. Jenna membenarkan letak duduknya, kali ini dia mendekat kearahku. “Siapa juga yang mau tau?”dia tersenyum. Otomatis gusar itu hinggap pada diriku. “Cepetan Meow ngebut ahh. Aku mundur sedikit kebelakang tempat dudukku, mencoba berprilaku senormal mungkin. Sejak kapan? Aku takut terlalu dekat dengan perempuan?
Semakin sore jalanan Kota Bandung macetnya bukan kepalang, setelah menunggu dengan penuh kesabaran, akhirnya kami sampai di tempat Bilyard di daerah Dago yang biasa aku datangi bersama teman-teman. Tak banyak kata yang keluar dari mulut Jenna, sepanjang perjalanan hanya aku dan Meow yang sibuk mencairkan suasana. Begitupun sekarang, dia hanya mengikutiku dan Meow dari belakang. Walaupun tubuhnya ada dengan kami sekarang, aku sadar pikirannya sedang tersesat entah di dunia bagian mana.
Untungnya aku membawanya ke tempat yang tepat. Sesaat setelah kami mulai memainkan Bilyard, aku mulai dapat menemukannya kembali di kehidupan nyata. Kami bermain selama satu jam dan sepertinya Jenna menyukai salah satu permainan ini. Untuk seukuran perempuan, dia jago juga. Aku heran, kira-kira hal apa yang tak bisa dia lakukan?
Sehabis bermain bilyard, kami menyempatkan diri untuk sedikit bersantai di café yang ada di tempat tersebut. Memesan minuman dan beberapa cemilan, hujan juga ternyata meningkatkan nafsu makanku. Jenna duduk santai memperhatikan sekitaran café yang saat itu tak terlalu ramai dan memilih tempat di balcon karena kami berada di lantai 3. Aku sibuk memutar otak untuk mencari bahan pembicaraan. Terus bercanda dengan Meow lama-lama bosan juga, karena tujuanku hari ini hanyalah Jenna. Sepertinya Meow bisa membaca mimic wajahku. Ah, dia memang sahabatku!
“Jadi Jen, kamu udah berapa lama tinggal di Bandung”, Meow basa-basi seada-adanya. Jenna meneguk hot peach tea di hadapannya sambil tersenyum. “Setahun mungkin yaa..” jawabnya datar. “Awalnya kesini sama siapa? Ada saudara?” Meow melanjutkan, aku hanya menyimak. “Gak ada, Cuma bosan aja sama Jakarta. Pengen nafas dulu sejenak”. Jenna menjawab dengan jawaban yang sudah kuduga. Ada alasan lain pasti, aku sih tak mau tau lebih banyak, hanya sedikit penasaran saja. Sama saja huh! Aku perang dalam hati. “Berarti dia di Jakarta gak bisa nafas tuh Meow, saking banyak asap kali di Jakarta”, aku ceikikan. “Haha bener banget itu..” Jenna tertawa, manis sekali. Meow hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. “Eh.. serius ah, kok bisa sampe kerja di Trunojoyo gitu? Ada kenalan apa gimana?” Meow tetap meneruskan. “Serius Meow, hidup itu udah berat apalagi harus ditambahin sama alasan-alasan yang gak terlalu penting. Buatku, sekarang aku ada disini sama kalian dan aku senang, itu cukup” Jenna tersenyum, kini dia mulai membakar rokoknya. Kata-katanya cukup menusuk pikiranku, yang selama ini terlalu sibuk dengan alasan-alasan yang selalu aku pikirkan setiap hari untuk mengisi semua kekosongan yang sampai sekarang aku tak tau itu apa. “Are you sure? As simple as that?” Aku mulai terpancing. “Yes, I am pretty sure about that. Kebanyakan dari kita terlalu mengkhawatirkan apa yang sudah dan belum terjadi, sampai-sampai kita lupa untuk menikmati masa yang sekarang ini tengah kita jalani.” Dengan wajah yang serius, Jenna terlihat dua kali lebih manis. ‘Kalau gitu, kamu sama sekali gak punya kekhawatiran apapun Master? Tanyaku tak banyak berharap dengan jawaban yang aku dengar, sudah pasti jawabannya “Tidak”, Jenna lagi-lagi hanya tersenyum dan terus menghisap rokoknya. Rasanya aku seperti ditinggalkan menggantung di atap gedung. Jenna yang pikirannya ada bersama kita disini, kini tiba-tiba lenyap entah kemana, begitu pikirku.
            Jika ini adalah masa dimana aku harus khawatir, maka itu adalah kamu yang menjadi alasannya. – Keanu
            “Kamu gak balik lagi ke Kantor kan Jen?” tanyaku membuyarkan lamunan Jenna.
            Jenna hanya menggeleng sambil terus asyik dengan rokoknya. Kuperhatikan dia melirik ke arah jam tangannya dan mengeluarkan handphone-nya. “Aku langsung pulang aja Ken, udah jam segini juga”, katanya kemudian.
            “Terus orang kantor gimana?” Meow ikut penasaran.
            Jenna melirik kearahku, “Itu sih Keanu yang harus tanggung jawab”.
            “Tau nih Ken, lo malah ngajakin anak orang bolos aja sih”, Meow mengangguk-angguk sambil terus memasukkan makanan ke mulutnya.
            Kayak gini aja terus sampai Jenna dipecat terus full kerja sama gue yaa kan Meow”, dalam deretan kata-kataku, tersemat doa untuk selalu bersama Jenna.
            Meow seakan mengamini “Nah iya, kayak gini aja terus.. Yang bener makanya usahanya.”
            “Kerjaan aku itu seneng-seneng terus, nanti Keanu bisa lupa diri.” Jenna membenarkan letak duduknya dan merapikan tasnya kemudian bergegas ke arah kasir. Aku sedikit terperanjak namun membiarkannya, memperhatikan Jenna yang sangat santai.
            “Wah kamu traktir kita Master? Makasih ya.. “Aku kemudian mencairkan suasana sesaat setelah Jenna menghamipir aku dan Meow kembali.
            “Sering-sering yaa Jen, besok lagi” kata Meow cekikikan. Entah apa yang dia tertawakan, ekspresiku yang dibuat-buat atau sikap Jenna yang selalu tak terduga.
            “Doain aja ya semoga aku gak selalu sibuk” Jenna berlagak sok cool dan memang cool sepertinya. “Yuk!” katanya kemudian.
            Seperti mendapat perintah, kami berduapun mengikuti perintah Jenna. Padahal dalam hati, aku masih ingin berada disini, lagipula jam masih menunjukkan pukul 7 malam, habis darisini sudah pasti aku tak punya tujuan. Lagipula aku sedang sangat bosan berada sendirian di rumah. Tak ada jaminan juga untuk aku bisa lebih lama menghabiskan waktu dengan Jenna karena sudah pasti dia akan kuantar pulang.
            Kini aku yang mengambil alih kemudi, Meow dengan otomatis kini duduk di bangku belakang. Jenna agak sedikit canggung, namun dengan wajah sok tenangnya diapun melenggang membuka pintu depan dan duduk di sampingku. Diperjalanan, aku sengaja mengambil jalan memutar.Rutenya kini agak sengaja aku rubah, tadinya aku berniat mengantarkan Jenna terlebih dahulu, tapi entah kenapa jari-jari tanganku malah mengarahkan setirnya ke rumah Meow. Akhirnya kuputuskan mengantarkan Meow pulang duluan. Untung ada Meow, selama perjalanan tak ada kekakuan hanya ada gelak tawa canda yang bahagia.
            Akhirnya kami tiba di dekat rumah Meow, setelah berpamitan aku masih terdiam di dalam mobil dan bingung karena inilah moment aku hanya berdua dengan Jenna, entah mengapa aku sedik cemas. Tak biasanya aku begini dengan perempuan, harus kuakui pesonanya melukai pride-ku yang terbiasa dengan perempuan tipe bagaimanapun. Kini aku harus mengakui, aku bingung dengan apa yang aku rasakan.
            “Ini kita masih nunggu apa ya?” Jenna mulai membuka suara sambil memutar-mutar cd mencari lagu yang dia ingin dengar.
            “Gak nungguin siapa-siapa sih” kataku sambil sibuk memainkan hapeku membuka timeline namun tak ada yang aku baca sama sekali, pandanganku mendadak brur, aku sadar aku hanya mengalihkan rasa gugupku.
            “Terus, kenapa kita masih disini dong?” Jenna bertanya, menatap tepat kearah wajahku yang sedari tadi menunduk sibuk dengan handphoneku.
            Aku menarik nafas dan menaruh handphone, mengalihkan pandanganku kini ke arahnya. “Iya Master, ini kita jalan pulang yaa.” Jenna masih menatap kearahku seakan memerintahkanku untuk bergegas.
            “Terima kasih” katanya.
            Jalanan kali ini relative sepi, tidak sesibuk biasanya. Mungkin karena hujan akhir-akhir ini selalu datang tiba-tiba, cuaca Bandungpun menjadi semakin dingin dan membuat orang-orang lebih senang berada di bawah naungan mereka masih-masing.
            “Kamu ngekost di daerah dekat dengan Redi ya?” Tanyaku memecah kesunyian.
            “Dulu itu, sekarang udah pindah ke daerah Muararajeun” Jenna menjawab singkat, tangannya masih sibuk membolak-balikan playlist music. “Sekarang aku ngontrak rame-rame gitu, lumayan lebih hemat.” Sambungnya lagi.
            “Hmmm.. sama pacarmu juga?” aku bertanya ragu-ragu.
            Jenna hanya mengangguk sambil tersenyum.
            Aku otomatis tertawa kecil, entah apa yang lucu.
            “Besok Weekend libur kan Master? Aku jemput pagi ya, jangan begadang malam ini” aku tak siap dengan ajakan, maka aku langsung memutuskan membuat pernyataan, bahwa besok aku harus bertemu dengannya lagi.
            Jenna melirik sejenak, dengan ringan dia berkata “Okay!”
            Aku tersenyum kali ini, lega mendengar jawabannya.
            Akhirnya kami sampai ke tempat Jenna tinggal, jalanan menuju rumahnya relative sempit walaupun aku tau masih bisa untuk dilalui kendaraan. Jenna memberikan saran agar aku cukup memarkirkan kendaraanku di dekat Hotel di depan gank menuju rumahnya. Mungkin dia canggung takut ketahuan pacarnya, pikirku. “Terima kasih, lagi yaa Ken” katanya. Aku hanya mengangguk “Sampai besok yaa..” jawabku kemudian.
            Aku termenung di dalam mobil, memperhatikan Jenna yang berjalan menuju rumahnya. Aku tak beranjak sedikitpun, memandang penuh ke arahnya. Berharap dia membalikkan tubuhnya ke arahku sekali saja, namun tak juga terjadi. Sampai akhirnya Jenna lenyap ditikungan menuju rumahnya, dan aku masih tetap termenung beberapa saat. Seperti baru saja terlepas dari aura sihir, aku menghela nafas dalam-dalam, entah tenang atau malah cemas aku tak mau tau.

No comments:

Post a Comment